Hubungan memproduksi
kemampuan berbicara, pemahaman kemampuan berbicara dan pikiran
A. 1. Pemahaman
kemampuan berbicara tentu mendahului memproduksi kemampuan berbicara.
Dalam
pembelajaran setiap bahasa di dunia, anak pertama harus mampu memahami arti dari
bahasa sebelum mereka sendiri dapat memproduksinya. Meskipun anak-anak mungkin
pada waktu berbicara sesekali atau frase,
biasanya contoh suara menggema diucapkan tanpa tahu akan maknanya. Dasar
dari semua bahasa berarti, dan tanpa memiliki kesempatan untuk mendengar dan
memahami kata-kata, frase, dan kalimat dalam konteks yang bermakna, anak-anak
tidak bisa menghasilkan bahasa yang bermakna.
Anak-anak
harus terlebih dahulu dikenalkan ucapan dengan hubungan yang jelas dengan
artikel yang dirujuk sebelum mereka sendiri bisa mulai mengatakan
ucapan-ucapan. Contohnya Inggris atau Cina, hal ini diperlukan bahwa mereka
akan mempelajari bahasa itu. Namun, paparan sederhana tidak cukup untuk
akuisisi bahasa terjadi. Hal ini juga
perlu bahwa kemampuan berbicara
anak-anak terkait dengan objek, peristiwa, dan situasi di lingkungan fisik
mereka, dan peristiwa subyektif dalam pikiran mereka seperti nyeri, rasa lapar,
keinginan. Anak-anak tidak akan belajar bahasa jika semua kemapuan suara
berbicara, tidak peduli berapa kali itu diucapkan. Misalnya, jika mendengar
suara berbicara /neko/ seratus kali, orang akan memiliki cara untuk mengetahui
bahwa itu kucing (di jepang) kecuali
ada beberapa petunjuk lingkungan. Bentuk suara dari sebuah kata harus dikaitkan
dengan sesuatu yang memberikan petunjuk mengenai maknanya. Tanpa asosiasi
suara-yang berari, ucapan belaka bentuk suara merupakan makna komunikatif.
Anak-anak
kadang-kadang dapat mengulang kata-kata atau frase yang mereka dengar, tapi ini
bukanlah bukti untuk brlajar kecuali suara yang digunakan dalam konteks yang
bermakna yang cocok untuk bentuk suara mereka. Hanya ketika suara berbicara yang
tepat digunakan dalam situasi apakah ada dasar untuk menyalahkan pengetahuan
bahasa untuk pengucap lainnya. Misalnya yang dapat meniru kata-kata bahasa
sangat jelas tetapi umumnya mereka tidak dapat melakukannya dalam konteks yang
bermakna. Popperberg and Kozak menunjukkan bahwa burung beo bisa belajar
sebanyaknya lebih dari kera.
2. Membaca Sebelum Belajar Berbicara
Orang
tua selalu mencatat bahwa anak-anak mampu mmahami lebih dari apa yang anak-anak
dapat katakan. Steinberg dan steinberg 1975, mereka mengajarkan anak-anak
mereka untuk membaca (memahami makna) banyak kata-kata yang tertulis, frase,
dan kalimat sebelum mereka bisa mengatakan. Dengan demikian, ia mampu merespon
dengan tepat untuk kata-kata dan kalimat, misalnya “membuka pintu” apakah
mereka dalam berbicara atau dalam menulis dan bahkan ketika dia sendiri tidak
mengatakan kata-kata.
B. 3. Kekurangan
relative dari pemahaman pembelajaran
Sayangnya,
meskipun kemampuan pemahaman berbicara memainkan peran penting dalam akuisisi
bahasa, relative bebberapa penelitian telah dilakukan. Sebagian besar peelitian
pemerolehan bahasa menyangkur dengan perkembangan produksi ujaran. Alasa itu
sederhana: studi produksi yang lebih mudah untuk dilakukan. Produksi dari
proses ujaran, ucapan anak, adalah sesuatu yang dapat diamati langsung
sementara produksi dari proses pemahaman, makna, tidak bisa. Seperti meminta
anak-anak untuk melakukan tindakan dalam menanggapi permintaan atau untuk
menjawab pertanyaan jika mereka dapat.
Sulit
terlibat dalam upaya untuk mengumpulkan data yang relevan dari anak-anak dalam
hal ini tidak boleh diremehkan. Mempertimbangkan pengalaman dari beberapa
penelitian Brown & Bellugi 1964.
Seorang
anak bahkan mungkin tidak menjawab dan lari. Sementara ini sendiri tidak
berarti bahwa anak belum paham, para peneliti tidak bisa mendapatkan data yang
diinginkan.
Salah
satu metode jika pengujian pemahaman digunakan mengukur yang berhubungan dengan (ERPs) dimana elektroda
ditempatkan pada kepala sehingga untuk mengukur aktivitas listrik di otak dalam
menanggapi masukan bahasa. Metode lain, yang digunakan oleh Hirsch-Pasek &
Golinkoff 1991, 1993. Telah mengikuti preferensi visual anak-anak dengan
mengamati mana dari dua layar video mereka menonton dalam menanggapi rangsangan
bahasa tertentu. Jika anak lebih suka layar viedo yang menampilkan tindakan
yang sesuai dengan kalimat yang anak dengar, mereka berpendapat anak telah
menunjukkan beberapa pemahaman (Golinkoff & Hitsch_Pasek 1995.